BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kaleidoskop 2010 - Tanah Air Terhempas Bencana

AWALNYA, tak ada yang tahu jika gempa bumi yang mengguncang Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat itu disertai dengan hantaman tsunami. Setelah gempa berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) itu terjadi pada 25 Oktober 2010 sekira pukul 22.15 WIB, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memang mengeluarkan peringatan tsunami. Tapi, kabar adanya tsunami hebat baru sampai ke publik keesokan harinya. Itu pun hanya tsunami kecil katanya.

Ternyata, tsunami telah menghancurkan Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan yang ada di Kepulauan Mentawai. Tak ada satupun rumah warga yang luput dari gelombang mematikan itu.

Gelombang laut yang menyusul gempa itu menerjang daratan saat dini hari, 26 Desember 2010. Semua orang tengah terlelap, tak banyak yang bisa menyelamatkan diri.

Hingga satu bulan setelah tsunami menghantam, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada lebih dari 500 orang tewas. Itu belum termasuk korban yang menderita luka-luka.

Korban luka juga tak bisa berharap banyak. Tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang minim memaksa mereka harus bertahan dengan luka-luka di tubuh. Bantuan makanan, minuman, dan obat-obatan yang dikirim dari seluruh penjuru dunia tertahan di pelabuhan di Padang, akibat cuaca buruk. Akses yang sulit menuju ke lokasi juga menjadi salah satu kendala. Kapal pengangkut batuan harus berlayar selama lebih dari 10 jam untuk bisa merapat di sana. Itu pun kalau cuaca cerah.

Ribuan pengungsi berkumpul di tenda-tenda darurat. Awalnya, semua kebutuhan logistik serba minim. Pemerintah dan relawan berlomba-lomba mengirim bantuan melalui jalur laut dan udara.

Tak hanya itu, bantuan juga mengalir dari negara lain. Pemerintah China mengirimkan bantuan melalui Palang Merah Indonesia (PMI). Sementara itu melalui Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) menyampaikan bantuan sebesar USD40 ribu yang diterima dari Vatikan. Sejumlah LSM asing juga menitipkan bantuan kepada LSM yang ada di Padang. Presdien Amerika Serikat (AS) Barack Obama pun langsung menyampaikan belasungkawa  dan berjanji akan membantu Indonesia. Tapi pemerintah berkali-kali menegaskan tak akan menerima bantuan asing.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru saja terbang ke China saat bencana itu tiba. Kondisi yang semakin gawat memaksa Presiden kembali ke Tanah Air sebelum jadwal yang sudah ditetapkan. Beserta rombongan, pesawat Garuda Indonesia yang mengangkut Presiden mendarat di Padang pada 27 Oktober 2010. Keesokannya, Presiden langsung meninjau lokasi bencana.

Di sana, Presiden meminta agar BNPB memastikan seluruh korban mendapat bantuan. Tak lama di sana, Presiden terbang ke Vietnam untuk menghadiri pertemuan ASEAN.

Kini, status tanggap darurat yang ditetapkan sejak 26 Oktober 2010 itu, sudah berakhir. Pemerintah pusat tak lagi mengambil alih tongkat komando di Mentawai. Segala urusan rehabilitasi dan rekonstruksi ada di tangan pemerintah setempat.

Hunian sementara (Huntara) bagi warga juga belum 100% rampung. Namun Ketua Palang Merah Indoensia (PMI) Jusuf Kalla menegaskan bahwa Huntara bagi korban tsunami di Mentawai harus rampung sebelum Natal.

Setelah kabar Mentawai dihantam tsunami, malam harinya Gunung Merapi yang statusnya sudah naik menjadi Awas, akhirnya meletus.

Erupsi gunung berapi terbesar di dunia itu menggusur ribuan warga di sejumlah dusun yang ada di kaki Merapi. Mbah Maridjan, juru kunci Merapi, ditemukan tewas di rumahnya di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di desa yang hanya berjarak empat kilometer dari Gunung Merapi itu, Mbah Maridjan tergulung awan panas bersama ratusan warga lainnya.

Lebih dari 275 korban tewas. Ternak sapi milik warga juga mati akibat gulungan awan panas. Jumlahnya diperkirakan lebih dari 2.000 ekor.

Erupsi besar tersebut tidak hanya melumpuhkan aktivitas warga DIY. Sejak abu Merapi menyembur, Bandara Adisutjipto pun ditutup. Seluruh penerbangan domestik dan internasional dari dan menuju Yogya, dibatalkan.

Abu Merapi juga menyelimuti Candi Borobudur di Kabupaten Magelang. Akibatnya, kompleks candi terbesar di dunia itu pun ditutup untuk umum.

Tak sampai di sana, warga di Depok dan Puncak, Jawa Barat, juga sempat merasakan debu dari Merapi.

Sama seperti di Kepualauan Mentawai, Tim SAR juga bersusah payah mencari korban Merapi. Korban tewas rata-rata ditemukan dalam kondisi mengenaskan dan sudah tidak bisa lagi dikenali. Kuburan missal pun menjadi jalan akhir.

Bantuan bagi korban yang selamat juga mengalir dari luar negeri. Seperti yang disampaikan oleh Pemerintah Australia berupa 30 ribu masker. Pemerintah Malaysia bahkan memberikan bantuan sebesar Rp1 miliar.

Banyaknya korban tewas dikarenakan mereka menolak dibawa ke pengungsian. Alasannya, mulai dari yang masuk di akal seperti tak mau kehilangan harta termasuk ternaknya, sampai alasan mistis.

Kepercayaan warga DIY akan Merapi sebagai pusat kekuatan, melahirkan adanya sosok yang dipercaya menghuni Merapi. Mereka yang memilih bertahan di rumah, beralasan mereka belum menerima petunjuk dari sosok yang mereka percaya itu untuk segera meninggalkan Merapi. Sebagain warga menyebutnya Mbah Petruk. Tak lama setelah erupsi kecil pertama, muncul fenomena yang diyakini sebagai penampakan Mbah Petruk. Kataya, ada awan yang menyembur dari puncak Merapi, yang bentuknya mirip kepala Petruk.

Saat jarak aman Merapi diperlebar, pengungsi di sejumlah titik kembali diboyong. Mereka dikumpulkan di Stadion Maguwoharjo.

Presiden SBY juga turun ke lokasi untuk bertemu langsung dengan para pengungsi. Setelah berkunjung ke sana dan memastikan kondisi Merapi semakin kondusif, Presiden kembali terbang ke luar negeri untuk menghadiri KTT G20 di Seoul, Korea Selatan dan pertemuan puncak APEC di Yokohama, Jepang.

Sebelum dua bencana itu menggetarkan Tanah Air, banjir bandang telah merendam Wasior, Papua Barat. Banjir datang saat hari masih terlalu pagi pada 4 Oktober 2010.

Lebih dari 150 orang tewas akibat bencana itu, sementara 4.000 lainnya mengungsi. Pemerintah kompak membantah jika banjir bandang itu disebabkan pembalakan liar. Kerugian akibat bencana itu mencapai Rp227,9 miliar. Presiden SBY pun merogoh Rp2 miliar dari kocek pribadinya.

Saat berkunjung ke sana, Presiden SBY meminta agar Inpres pembangunan di Papua dievaluasi. Masa tanggap darurat kala itu juga diperpanjang.

Di akhir Agustus 2010, Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, memuntahkan lava pijar dan abu vulkanik. Hampir 30 ribu warga di sekitarnya mengungsi. Tiga orang tewas akibat terkena abu vulkanik.

Berbeda dengan di Merapi, para pengungsi di sekitar Gunung Sinabung justru tak mau meninggalkan pengungsian. Mereka takut Sinabung mengeluarkan abu dan lava lagi.

Sama seperti di Merapi, Mentawai, dan Wasior, Presiden SBY juga meringankan langkah mengunjungi korban di sana. Mungkin supaya adil.(ahm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar